Lamunan Pagi Hari


Ada yang mengganggu pikiran saya sejak semalam, sebetulnya tidak terlalu penting mengingat memang seperti inilah kenyataannya, namun saya terus berfikir hingga pagi ini. Intinya tentang mengapa beberapa orang Indonesia, khususnya yang hidup di Surabaya, khususnya saya (haha..) terlihat tidak lebih produktif di bandingkan mereka yang tinggal di negara maju. Postingan ini bukan sok-sok-an karena saya baru kembali dari Eropa beberapa minggu, tapi traveling telah membukakan mata saya bahwa yang terbaik itu belum tentu yang berada di sekelilingmu. Ini hanya teori goblok-goblokan karangan saya saja, jangan dianggap terlalu serius. 

Kemarin saya sedang dalam perjalanan dari Banyuwangi ke Surabaya naik kereta eksekutif Mutiara Timur, ini adalah pengalaman saya naik kereta lagi setelah terakhir naik kereta ke Bandung 5 tahun yang lalu. Semua terasa menyenangkan di dalam kereta eksekutif, terasa perjalanan begitu cepat, adem dan tidak melelahkan, waktu itu... 5 tahun yang lalu...!. Sedangkan seminggu yang lalu saya baru naik kereta-kereta di Eropa mulai dari kereta intercity (antar kota), night train (kereta malam antar negara), kereta kelas 2, sampai kereta Thalys kelas 1. Tentu rasanya “njomplang”, tapi begitulah realitanya.

Appetizer saat naik kereta Thalys kelas 1. Green Tea-nya emmm... haruum...
Kembali ke lamunan saya tadi, saya jadi punya kesimpulan sendiri mengapa kita seolah-olah kurang produktif (kalau kalian merasa sudah produktif jangan tersinggung ya). Menurut saya karena:
  1. Cuaca di negara sub-tropis sangat menyenangkan, bahkan saat musim panas pun suhunya kira-kira sama lah kaya’ di Bandung/di Batu, Malang gitu. Sedangkan di Surabaya cuacanya sangat HOT, kadang malas keluar rumah hanya karena alasan itu, apalagi kalau naik motor. Bahkan di Singapore pun yang cuacanya sama seperti Indonesia, rasanya nggak lebih panas, jalan seberapa jauh pun bisa walaupun keringetan.
  2. Kemacetan dan jalan yang berlubang-lubang jadi alasan. Pernah nggak sih kalian malas melewati jalan tertentu karena rusak & menimbulkan kemacetan sehingga harus memutar jalan lain yang agak jauh sehingga menyebabkan waktu tempuh yang lebih lama? Kalau saya jalan bareng sama pak suami, bukan hanya harus bersabar karena kemacetan tapi juga harus dobel sabarnya karena dengerin mas Adin ngomel-ngomel. Mendingan kalo ngomel bisa bikin jalan mulus & ga macet lagi, huuh!.
  3. Di negara sub-tropis ada kalanya waktu siangnya lebih panjang. Kalau pulang kerja jam 4 atau 5 sore enak nih, gelapnya baru jam 8:30 malam, jadi bisa punya banyak waktu untuk sekedar jalan-jalan atau melakukan aktivitas lain sebelum hari gelap. Tapi nggak enaknya kalau puasa hehe..
  4. Sarana transportasi umum yang cepat dan nyaman. Jadi kemarin ceritanya saya membandingkan, naik kereta dari Banyuwangi ke Surabaya, jaraknya 277km ditempuh dalam waktu +-6 jam. Sedangkan perjalanan Paris-Brussel, jaraknya 300km ditempuh dalam waktu +- 1,5 jam saja. Sedih ga mengetahui berapa banyak waktu yang sudah kita buang?!.
  5. Masih berkaitan dengan poin nomer 4. Waktu tempuh 1,5 jam adalah waktu yang biasanya saya habiskan untuk naik motor dari rumah saya ke Pasar Atom (14km), kondisi jalan tidak macet, atau dari rumah saya ke Maspion Square (9,7km) kalo agak macet, atau dari rumah saya ke rumah ibu di Kebonsari (7,3km) dalam keadaan macet & naik mobil haha... makin sedih saya! Bandingkan saja dengan  di Singapore, bukan negara sub-tropis tapi negara maju, mau sekedar jalan keliling kota disana semua serba cepat, anti macet, nggak perlu “nyengklak” motor cukup jalan kaki menuju station saja. Begitulah...!
  6. Suasana di dalam sarana transportasi yang begitu tenang. Di dalam kereta antar negara di Eropa saya mengamati kegiatan orang-orangnya, macam-macam cara mereka untuk menghabiskan waktu, di dalam kereta Paris-Brussel banyak orang yang bekerja kantoran sepertinya, jadi mereka di kereta sambil membuat/sekedar nge-cek Power Point-nya di laptop, dalam perjalanan ke Jerman juga banyak mahasiswa mereka sepertinya mengerjakan paper, membaca diktat perkuliahan. Ada juga yang sekedar membaca novel, mengobrol, mainan hape & tidur. Di beberapa kereta wifinya memang gratis. Sangat classy, membuat kita bisa sekedar menghapal pelajaran atau sekedar merapikan layout Power Point di last-minute. Kalau di kita, perjalanan menuju kampus atau tempat kerja ya sudah nggak bisa ngapa-ngapain, semua harus selesai sebelum perjalanan berlangsung.

Jadi itu kira-kira beberapa kesimpulan saya mengapa kita lebih terlihat tidak produktif, seolah-olah sering kehabisan waktu padahal kegiatan sudah dimulai sejak pagi dengan agenda yang padat merayap, karena kelamaan dijalan intinya, obstaclenya banyak siih hehe..
Namun bukan berarti saya tidak bisa menerima realitanya ya, saya tinggal & hidup di Indonesia, cari uang juga di Indonesia. Indonesia adalah negara yang indah panoramanya, melimpah sumber daya alam dan manusianya. Hanya agak sedih saja begitu mengetahui perbandingannya.
PT KAI pun menurut saya sudah banyak melakukan perubahan di banding terakhir saya naik kereta 5 tahun yang lalu. Contohnya, dulu semua pengantar penumpang bisa masuk peron asal membayar, sekarang hanya yang punya boarding pass yang bisa masuk ke peron. Dulu masih ada yang suka tidur di lantai kereta, sekarang sudah nggak ada. Dulu masih ada yang merokok di bordes kereta (sambungan antar gerbong), sekarang sudah nggak. Jam kedatangan kereta tepat waktu, dan lain-lain yang mungkin tidak saya tahu. 

Di stasiun kota Pisa, Italy
Perubahan pun harus dimulai dari diri sendiri, membiasakan diri untuk bangun lebih pagi, tertib mengantri di fasilitas umum, sabar, tidak mengumpat dijalanan dan tidak membuang sampah sembarangan adalah perubahan kecil yang bisa kita lalukan. Saya kemudian teringat saat saya naik kendaraan mobil/motor, kalau ada pengendara lain yang tidak sesuai dengan keinginan saya, saya sering mengumpat, “buruan doonk...!”, “duh, gitu aja lama bener..”, “woooi... ga lihat apa!”. Sebetulnya nggak ada gunanya, jalanan tetap sumpek + dosa saya makin banyak haha...

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top