Day 1 Eurotrip (Amsterdam, Keukenhof, Review Penginapan, Red Light District)

Wah Alhamdulillah akhirnya masuk juga ke cerita inti dari perjalanan Eurotrip kami, ternyata butuh waktu 1 tahun juga ya sampai cerita ini muncul haha.. Saya udah nggak sabar bgt untuk cerita pengalaman hari per hari selama kami berpetualang, karena serunya justru disini, dramanya itu loh. Selama ini mungkin ada yang mengira saya dan mas Adin itu tipe wisatawan manja, sukanya traveling ke tempat yang enak-enak saja. Semoga dengan baca cerita ini kalian jadi tau kalo perjalanan ke tempat yang jauh dari negara asal tanpa ikut biro perjalanan, dengan budget yang terbatas itu nggak semudah & semewah kelihatannya.

Selama Penerbangan

Penerbangan kami menuju Amsterdam dari Jakarta menggunakan Garuda Indonesia ditempuh dalam waktu +-14 jam. Di pesawat awalnya saya sulit tidur mungkin karena terlalu excited, tapi secara teori kami harus tetap tidur karena mengikut waktu Indonesia memang sudah malam, supaya nggak jet lag nanti ketika sampai Amsterdam. 
Informasi penerbangan.
Saya sama sekali nggak ada masalah sama makanan pesawat, justru tumben saya berhasil menghabiskan semua menunya.
Lasangna.
Nasi Goreng Ayam.
Di sela-sela bangun tidur kami berjalan di aisley supaya otot nggak kaku karena kebanyakan duduk. Bosan jalan kami nonton hiburan, mas Adin juga membeli paket wifi on board supaya bisa internetan, banyak yang bisa di lakukan jadi nggak bosan. Biasa naik pesawat low cost kemudian naik pesawat full service untuk long haul rasanya nikmat sekali, beberapa kali saya minta teh hangat & air putih mumpung gratis haha.. norak!. Sebetulnya karena suhu di dalam pesawat juga dingin sekali. Menjelang landing saya merasa kesal karena saya lupa meletakkan sikat & pasta gigi di dalam tas tenteng, tapi ternyata pas saya ke toilet eh disediakan donk sikat & pasta gigi yang bisa diambil, ada parfum EDT pula yang boleh dipake waah senengnya..

Schiphol Airport

Tepat pukul 8 pagi waktu setempat kami mendarat dengan selamat. Kami langsung menuju Arrivals Hall untuk proses Imigrasi check in, tidak sulit untuk menuju kesana, ikuti saja petunjuk arahnya. Di konter imigrasi ini sebetulnya saya agak takut ditanya macem-macem dan saya nggak bisa jawab. Tapi ternyata saya lolos dengan mudah, cuma ditanya “berapa lama disini?” | “12 days Sir!”, lewat deh Alhamdulillah. Di konter sebelah saya lihat ada ibu & anak yang kesulitan check in karena ditanya-tanya sama petugas dalam Bahasa Inggris dan dia nggak bisa jawab padahal bule, haha.. ternyata nggak semua bule bisa Bahasa Inggris ya.

Bisa lolos dengan mudah membuat kami lega. Kami langsung menuju ke Baggage Hall untuk mengambil bagasi. Tidak ada barang bawaan yang kami declare, karena memang custom check di Schiphol terkenal tidak se-strict Australia yang konon katanya setiap makanan yang dibawa harus di declare. Tapi sebaiknya jika kamu ragu dengan barang bawaan yang kamu bawa, lebih baik di declare saja, apalagi kalo kamu berencana bawa banyak rokok, beer atau rokok kretek. Untuk mengetahui barang-barang apa yang harus di declare di Schiphol, bisa dilihat disini

Keluar dari Airport

Keluar dari Arrival Hall kami menuju ke Schiphol Plaza untuk membeli tiket pass Amsterdam di loket NS Tickets & Services, letaknya di koridor utama Schiphol Plaza. 
Map kedatangan (arrivals) Schipol Plaza.
Tadinya kami akan membeli Amsterdam Travel Ticket 2 days seharga €21 yang berwarna Biru, namun petugasnya mengingatkan jika membeli yang berwarna Biru ini kalian tidak dapat melakukan perjalanan ke luar kota seperti misalnya ke Keukenhof yang ada di kota Lisse, Zaanche Schans di kota Zaandam & Volendam yang letaknya di luar Amsterdam. Dengan pake pass Biru kalo mau ke luar kota musti beli city pass lagi, jatuhnya malah bisa lebih mahal. Oleh karena itu petugas menyarankan kami untuk membeli Amsterdam Region Travel Ticket 2 days yang berwarna Merah seharga €26 sehingga lebih hemat. Karena Keukenhof & Zaanche Schans adalah tujuan utama kami selama di Belanda maka kami menuruti apa kata petugas. Tujuan selanjutnya setelah membeli city pass, kami ke railway station Schiphol yang letaknya di lantai bawah (UG) untuk menuju Amsterdam Central. 
Tadinya kami akan membeli yang ini.
Tetapi pada akhirnya kami membeli yang ini.
Selain bus, dengan kartu ini kita juga bebas naik Metro, Tram, dan kereta dengan area operasi yang sudah disebutkan disitu.
Ada mapnya juga.

Amsterdam Central

Perjalanan menuju Amsterdam Central dari Schiphol Plaza dengan kereta kurang lebih memakan waktu 15-20 menit. Penampakan kereta yang kami naiki ya seperti kereta penumpang di Indonesia pada umumnya (justru bukan seperti MRT di Singapura) tapi bedanya ini versi cleaner, wider, faster, more stable dan yang bikin kami norak adalah nggak berisik alias nggak ada suaranya, waah… kereta eksekutif di Indonesia lewat deh.

Tiba di Amsterdam Central lalu keluar dari kereta saya ngomel-ngomel, “sial ini AC stasiunnya kenceng bgt sih, nggak rugi listrik apa ya?!”. Kemudian saya baru sadar ini kan di koridor kereta alias outdoor. “Hah.. cuaca disini kaya’ gini nih?” | “ah nggak, ini pasti AC” | “ini diluar Tan!” | “nggak ini AC”. Percakapan Intan kepada Intan. Maklum mulai dari turun pesawat hingga di kereta Amstedam Central kami selalu berada di dalam ruangan. “yuk ah Sayang buruan kita keluar dari stasiun ini, disini ACnya kenceng bgt” (masih ngeyel juga Saripah!). 

Keluar dari Amsterdam Central, kami langsung disambut angin musim semi yang menusuk kalbu wusss…..! Matiii mak… begini nih rasanya luar negeri beneran hahaha, saya langsung ingin mengambil anti thermal gloves tapi lihat sekeliling kok ga ada yang pake sih? Usut punya usut anti thermal gloves biasa digunakan saat winter saja. Sedangkan ujung jari-jari saya seperti sudah mati rasa. Begitu cek lewat aplikasi weather di handphone cuaca saat itu 7°. Tapi emank anginnya kenceng yang bikin ga nyaman.
Keluar Amsterdam Central langsung disambut Bunga Tulip, wiii...
Bangunan kuno tapi terawat dengan baik.
Kami terkesima dengan desain bangunan depan stasiun Amsterdam Central, usianya sudah 125 tahun namun masih terlihat kokoh dan terawat. Desain arsitekturnya mirip Rijksmuseum karena dirancang oleh arsitek yang sama. Stasiun ini adalah pusat dari segala transportasi di Amsterdam. Mulai dari Metro, Tram, Ferry, Bus Connexion, Bus EBS & Bus GVB berpusat disini. Nggak heran jika stasiun ini selalu sibuk setiap saat.
Cukup foto-fotonya kami melanjutkan jalan kaki menuju ke penginapan.

Continental Hotel

Selama di Amsterdam kami menginap di Continental Hotel di Damrak, letaknya strategis di pusat kota dan sangat dekat dengan Amsterdam Central, hanya perlu 10 menit untuk jalan kaki menuju hotelnya. Kesan pertama kami ketika baru tiba disini adalah tempatnya begitu mudah dicari, ini penting karena bagi saya salah satu tantangan terberat traveling backpacker adalah mencari lokasi hotel sambil geret-geret koper besar, belom lagi kalo ada tangga atau roda kopernya busuk (pengalaman roda koper hancur di Singapore). Kalo ikut tour sih enak, turun bis langsung di depan hotel, dingin nggak kedinginan, panas kaya’ di Arab ga kepanasan hehe.
Jalan kaki menuju Continental Hotel.
Source: www.hotelcontinental.nl
Kami melakukan reservasi melalui website hotelnya. Proses check in sangat mudah, sebelumnya mas Adin sudah berkomunikasi dengan receptionist hotel melalui email. Untuk hotel seharga €80/night atau Rp 1.232.000/malam menurut kami fasilitas yang di dapatkan sangat jauh berbeda dengan hotel seharga itu di Indonesia. Hotelnya ga punya lift, sempit, Kasur yang kami dapatkan Twin bed, kamar mandi luar, ruang showernya hanya berukuran +- 80x80cm for real. WC ada di ruang sebelahnya, nggak kalah sempit kira-kira ukurannya hanya 80x150cm, hanya muat untuk 1 WC duduk & wastafel. Kami harus angkut koper sendiri ke lantai 2 lewat tangga yang curam & sempit, tapi petugasnya helpful bgt, ramah pula. Wifi di hotel ini kenceng parah.
Source: www.hotelcontinental.nl
kok bisa sih nginep di tempat mahal tapi fasilitasnya begitu?” damn, fyi, semua hotel di Amsterdam harganya nggak ada yang murah guys, itu udah paling murah. “apartment airbnb gimana?”, ini satu lagi yang bikin heran, harga apartment airbnb di Amsterdam lebih mahal daripada harga hotel, entah mengapa, padahal di Negara lain nggak begini. Jadi kami legowo saja dengan fasilitas yang kami dapatkan, karena memang seperti ini standartnya. Lokasi Continental hotel ini sangat strategis. Dekat dengan museum Madame Tussauds Amsterdam, kawasan Red Light district, Primark, De Bijenkorf (tempat belanja makeup, parfum & barang branded). Hotel ini juga dekat dengan pusat perbelanjaan seperti Zara, H&M, NYX, Forever 21, Pull n Bear, local store yang barangnya lucu-lucu parah, dll. Cari makan disini pun gampang bgt. Depan hotel ada kedai Patats (kentang goreng khas Amsterdam) yang selalu ramai, dekat dengan Starbucks, KFC, kedai-kedai Kebab, Albert Heijn (semacam Indomaretnya Amsterdam, red), dll. Maju 5 langkah dari hotel ada Cheese store yang menjual the famous Gouda Cheese dan banyak souvenir store di sekitar hotel. Intinya kawasan ini begitu hidup almost 24h. Udah nggak heran kan kenapa harga hotelnya semahal itu tapi kelasnya biasa aja?!. Receptionist bilang kalo summer harganya bisa lebih mahal nih, karena peak season. Harganya agak turun dikit waktu low season yaitu ketika winter.

Bangunan Continental Hotel ini khas bangunan Belanda yang tinggi, ramping dengan banyak jendela di depan. Meskipun bangunan-bangunan disini ruangannya sempit namun penataannya optimal sekali. Bangunan khas Amsterdam selalu punya katrol di bagian depan atas lantai 3nya. Ada yang tau untuk apa? katrol itu berfungsi untuk memasukkan barang lewat jendela-jendela di tiap lantai. Karena tangga ruangan sangat sempit, maka nggak memungkinkan untuk di lewati barang besar seperti dipan, lemari atau kitchen set, cara orang Belanda memasukkan barang ya lewat jendela per lantai, unik ya!?
Source: www.hotelcontinental.nl
Ciri khas bangunan di Belanda, ada katrol di paling atas, untuk masukin barang-barang lewat jendela.
Masuk kamar hotel kami langsung bersiap-siap mandi & makan bekal yang kami bawa dari Indonesia lalu siap-siap untuk langsung berangkat ke Keukenhof. Istirahat? Apa itu istirahat! haha. Jangan sampai deh pake acara bobok siang dulu kalo nggak mau jadwal tidur kita jadi kacau. Perbedaan waktu Indonesia & Eropa Barat adalah 6 jam lebih dulu Indonesia, ketika kita sampai di Eropa maka sebaiknya jadwal tidur kita harus langsung disesuaikan dengan jam lokal, memang berat di hari pertamanya karena kita harus menahan kantuk di tengah kelelahan tapi hari selanjutnya otomatis lebih mudah dijalani.

Baru hari pertama sampe penginapan saya & mas Adin sudah bersitegang. Saya mau makan roti yang kami dapat dari pesawat, trus mas Adin bilang “rotinya udah tak buang, lha biasanya kamu kalo di rumah nggak suka rotinya Garuda”. YaAllah makanan dibuang-buang, pengen nangis rasanya, mengingat apa-apa disini mahal mbok ya jangan gampang buang-buang makanan, bete’ deh. Saya bilang juga apa, pasti ada dramanya haha.. ini sama suami sendiri, gimana kalo ama rombongan tour?!

Keukenhof

Kelar bersih-bersih badan & makan pukul 14:00 waktu lokal, kami langsung menuju destinasi pertama yaitu ke Keukenhof, aaahhh… nggak sabar bgt rasanya. Menuju ke Keukenhof dari Continental Hotel tidaklah sulit. Rutenya, kami harus jalan kaki ke Amsterdam Central, dari Ams Central naik kereta ke Schipol Plaza, di Schipol Plaza menuju antrian bus 858 tujuan Lisse. 

Kami keder lihat antrian busnya panjaaaang bgt, “duh panjang bgt, yakin mau antri hari ini?” |”kalo nggak hari ini kapan lagi? Besok pun sudah ada jadwalnya”. Okelah kalo gitu, dijalani saja antriannya. Ternyata sistem antrian di negara maju itu emank beda sama WkwkLand. Walaupun awalnya sempat skeptis karena antrian yang terlalu panjang mengular, namun karena orang-orangnya tertib, nggak saling serobot antrian panjang rasanya cuma sebentar. Petugas pun dengan cekatan mengatur & berjaga, nggak kebanyakan ngomong. 

Mulai saat itu kami menyimpulkan untuk tidak men-skip wahana/destinasi tujuan yang memang sudah di jadwalkan hanya karena antrian. “besok-besok kalo antriannya panjang tetep dijalanin aja kalo gitu, disini antrian nggak bakal lama kok walaupun panjang”.

Pengalaman saya selama berada di Keukenhof bisa dilihat postingan ini:

Pukul 19:00 kami cabut, +- 4jam kami berada di Keukenhof. Pukul 20:00 kami ada janji bertemu teman SMA kami yang sedang mendapat tugas study di Amsterdam.

Red Light District (RLD)

Tepat jam 20:00 Razaq teman kami sudah tiba di Continental Hotel. Kami diajak berkeliling kawasan Red Light District. Kalau ada yang belum tahu, Red Light district ini adalah kawasan prostitusi yang konon aktivitasnya sudah ada sejak abad ke 14. Jam 8 malam saat musim semi di Amsterdam matahari belum terbenam, jadi rasanya kaya’ jalan-jalan sore aja gitu kalo di Indonesia. Matahari baru akan terbenam kira-kira pukul 20:30, jadi waktu Magribnya ya sekitar jam 9 malem gitu deh. 
Suasana jam 8 Malam saat musim Semi. Masih terang ya?
Razaq & mas Adin. Bangunan belakang yang besar itu adalah Madame Tussauds Amsterdam. Dekat sekali dari Continental Hotel.
Jajan Patats di sekitaran RLD.
Razaq banyak bercerita kepada kami, dia bilang “disini kalo yang namanya Coffee Shop itu sajian menu utamanya adalah Cannabis (ganja) & turunannya, seperti Space Cake (brownies Ganja). Coffee, tea & beer malah jadi menu sekundernya”. “Ganja memang legal disini, tetapi ada batas simpan maksimal untuk kepemilikan individu, maksimal 5gr” kata Razaq. Bentukannya pun nggak cuma dilinting seperti rokok tapi juga permen lollipop, cookies, cake dll. 

Berkeliling di kawasan Red Light District saat matahari belum terbenam ternyata aktivitas “jual-beli” disini sudah dimulai. Di kawasan ini saya tidak berani mengeluarkan kamera, karena memang ada larangannya. Sebetulnya bukan larangan untuk mengambil foto landscape, tapi lebih ke larangan mengambil foto yang langsung mengarah ke jendela. Ketahuan ambil gambar PSK? jangan marah kalo kamera kamu dirampas atau dibanting.
The Rules.
Source: https://www.amsterdam.info/red-light-district/
Sebagai gambaran yang terjadi disana adalah para PSK ditempatkan di ruang kecil kira-kira berukuran 2x3m atau 2x4m dengan pintu dan jendela berkaca bening yang dapat dengan mudah dilihat dari luar. Persis seperti akuarium, PSK akan menari-nari di dalam ruangan. Kami pun melihat langsung kegiatan tawar-menawarnya. Seorang pria bertanya harga kepada wanita yang ada di dalam ruangan, si wanita menjawab, kemudian si laki-laki menawar, seperti itu. Jika deal langsung masuk, tirai pun di tutup. Kalo kalian penasaran sama wajah PSKnya, kebetulan beberapa yang saya lihat itu cantik bingo, mirip boneka, mereka niat gitu loh, dandan, pake kostum dan busana yang proper (proper vulgar maksudnya :p), bodynya juga sexy. Di depan bilik ada lampu kecil berwarna, Razaq bilang “kalo lampunya warna Pink artinya PSKnya wanita. Kalo lampunya Biru PSKnya pria. Kalo lampunya Ungu artinya PSKnya transgender”.

Source: www.amsterdam.info/pictures/red-light-district/
Kawasan ini dijaga oleh polisi berkuda. Untuk menjamin keselamatan para PSK di tiap ruangan disediakan “panic button”, bila di tekan polisi akan segera datang dalam hitungan detik. Awalnya saya pikir kenapa harus berkuda?, benar saja besok paginya di depan hotel saya melihat 2 polisi patroli menggunakan kuda. Saya super kaget karena selama saya hidup saya belum pernah melihat kuda sebesar itu, “itu kuda apa dinosaurus?”, sumpah gede bgt. Rupanya negara kita bukan hanya kalah dalam perbandingan ukuran tubuh manusianya, tapi juga hewannya hahaha…

Jalan di kawasan RLD ini sempit dan berlorong-lorong, seperti labirin. Di jalan sempit itu pula banyak terdapat Sex Shop yang menjual berbagai buku atau majalah porno, film porno, sex toys, kondom yang berbentuk unik. Di kawasan ini juga ada atraksi live sex show, diskotik, bar striptease, Museum Marijuana, dll. Saya sih nggak sempat lihat tempatnya. Beberapa agen tur biasanya juga menawarkan paket wisata berkeliling tempat ini kepada wisatawan, mereka berjalan serombongan dengan guide yang siap menjelaskan tentang seluk-beluk kawasan ini, namun tetap harus menjaga aturan yang sudah di tetapkan.
Casa Rosso, klub yg terkenal karena banyaknya pertunjukan seks yang mereka lakukan.
Source: www.amsterdam.info/pictures/red-light-district/
Museum Marihuana.
Source: www.amsterdam.info/pictures/red-light-district/
Toko Souvenir.
Source: www.amsterdam.info/pictures/red-light-district/
Kelar keliling RLD kami makan malam di tempat yang paling aman, yaitu KFC hehe.. di traktir nih sama Razaq, thank you Zaq!. Saat makan itu rasanya mata saya udah nggak sanggup melek lagi, saya ngantuk berat, padahal baru jam 21:30. Razaq bilang “wajar Tan kalo kamu ngantuk berat, karena kalo di Indonesia sekarang harusnya sudah jam 2:30 pagi dan kalian berdua belum tidur”. Iya juga sih. Razaq juga bilang “memang sebaiknya gitu, kamu tidur ngikut waktu lokal sini walaupun kalo mengikut waktu kamu datang dari perjalanan harusnya kamu sudah tidur dari tadi sore, aku dulu juga gitu kok, ngantuk berat tapi justru aku paksa main Sepak Bola supaya lelah & nahan ngantuk, jadi nanti tidurnya lebih enak”.

Tips Anti Jet Lag

Traveling dengan perbedaan zona waktu yang sangat jauh emank rawan jet lag. Bahaya jet lag diantaranya adalah:
  1. Gangguan pola tidur.
  2. Bingung dengan perubahan waktu.
  3. Kelelahan.
  4. Rasa selalu mengantuk. 
Gampangnya, saya ambil contoh kasus saya yang baru datang dari Indonesia ke Amsterdam dengan perbedaan waktu 6 jam lebih dulu Indonesia. Menurut waktu Indonesia saya biasanya tidur kira-kira pukul 23:00. Pukul 23:00 di Indonesia artinya pukul 17:00 di Amsterdam, jika saya menuruti pola tidur saya di Indonesia, maka saya akan tidur pukul 17:00 dan akan terbangun pukul 23:00/24:00 (estimasi +- 6-7jam tidur). Trus ngapain saya bangun tengah malem coba? Jika ini diteruskan hari-hari saya berikutnya pasti akan kacau, saya akan tidur di sore hari saat harusnya saya masih beraktivitas dan terbangun tengah malam saat harusnya saya sudah beristirahat.

Supaya nggak jet lag, saya punya beberapa tips:

  1. Ikuti jam tidur di zona waktu yang baru. Pasti akan terasa berat di hari pertama mengingat baru saja menempuh perjalanan belasan jam di udara yang melelahkan. Kita harus bisa terjaga (melek) lebih lama dari waktu biasanya yang dibutuhkan untuk beristirahat. Tapi justru disini kuncinya, kita harus tetap tidur menyesuaikan zona waktu baru di hari pertama.
  2. Sesuaikan jam makan di zona waktu yang baru. Selain jam tidur, jam makan juga harus di sesuaikan.
  3. Lakukan aktivitas outdoor. Tujuannya untuk menahan agar tetap terjaga, bisa melihat aktivitas matahari sekaligus untuk membuat tubuh lelah, sehingga saat masuk jam tidur bisa langsung bobok nyenyak.

Kembali ke Penginapan

Kira-kira kami sampai penginapan pukul 22:30 malam, mata saya merah seperti zombie, saya menahan kantuk yang luar biasa, jika di gambarkan rasanya saya bisa tidur sambil berdiri saking ngantuknya. 
Ngantuk parah nih.
Tapi saya masih harus bersih-bersih badan dan sholat. Akhirnya kira-kira saya baru bisa meletakkan badan di Kasur jam 23:00 pas bgt yah sama waktu tidur di zona yang baru. Di Indonesia itu tentu sudah jam 05:00 pagi, jadi sama saja saya nggak tidur semalaman nih barusan. Besok paginya saya terbangun dalam keadaan fresh dan siap melanjutkan petualangan.

CONVERSATION

2 comments:

  1. Mungkin yang berat kalau misalnya ada yg bawa anak2 kali ya. Anak2 kan ga mungkin tahan kantuk dan menyesuaikan tidur dengan jam lokal.

    Baca ceritamu dan benny yg berkunjung ke amsterdam, jadi pingin juga. Kapan yaa...

    Lanjutkan postnya. Jangan kelamaan updatnya nyonyah..

    Brillie
    Http://antie.info

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada pengalaman teman dulu Bril waktu traveling katanya pas di pesawat anaknya klo g bisa tidur, dikasih obat batuk anak yang dapat menyebabkan kantuk gt deh biar tidur, trus pas bangun fresh haha, entah sih belom pernah praktek juga, jadi g bisa kasih tips :D

      Delete

Back
to top